Seperti Gelas Kosong
Oleh
Abdul Aziz
Perjalanan
menjadi seorang penuntut ilmu sangatlah fantastis, hari demi hari selalu ada
hal baru yang bisa dipelajari dari buku alam yang begitu besar, dari buku
manusia yang begitu rumit, dan dari buku Al-Qur’an yang indah. Tiga buku besar
ini adalah ladang ilmu yang tetesannya tidak akan pernah tertahan, selalu
membasahi tenggorokan kering pecinta ilmu, tiupan anginnya tidak pernah
berhenti berhembus, selalu menyegarkan tubuh yang bersimbah peluh pembanting
tulang di lahan ilmu, dan seterusnya.
Satu
nasehat K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi yang masih terngiang di telinga kami para
santri, “Jadilah gelas kosong, yang selalu berharap air mengisi, namun tetap
tidak pernah penuh.” Tentunya kata-kata ini sudah bukan asli perkataan beliau
yang sama persis. Redaksi meski berbeda, namun makna masih sama.
Saya
ingat sekali bagaimana beliau memberikan perumpamaan gelas kosong itu. Di sebuah
seminar kepondokmodernan beliau berada di hadapan seluruh santri yang
beribu-ribu. Menjelaskan satu demi satu perihal pondok yang memang harus semua
santri tahu, bukan hanya satu jam, tapi lebih dari dua jam, berbicara penuh
semangat tanpa henti. Semua santripun menyimak dengan sepi, kadang tertawa
sebab humor yang dibuat beliau, kadang para santri meneriakkan takbir setelah
beliau. Kelas perkelas.
Anak
kelas satu, “Allahu Akbar!”
Anak
kelas dua, “Allahu Akbar!!”
Anak
kelas tiga, “Allahu Akbar!!!”
Kelas
empat, “Allahu Akbar!!!!”
Pengurus
kelas lima, “Allahu Akbar!!!!!”
Kakak-kakak
kelas enam, “Allahu Akbar!!!!!!”
Pondok
saat itu menjadi gempar membahana. Begitulah gambaran semangat beliau saat
berceramah. Menghidupkan jiwa-jiwa yang redup, menjadi jiwa-jiwa yang penuh
semangat. Beliau tidak pernah lupa meneriakkan dengan lantang kata-kata mutiara
pondok yang kami sebut sebagai filsafat Gontor;
Man
jadda wa jada!
Mas
sobaro dhofiro!
Dan
seterusnya...
Di
depan beliau ada sebuah meja, di atas meja itu ada sebotol air mineral, di
sampingnya lagi ada sebuah gelas berisi air. Lalu beliau meminum air itu hingga
habis. Kami hanya menikmati pemandangan ini.
“Perhatikan
saya!” kata beliau tegas.
Kemudian
tutup botol di samping gelas itu beliau buka. Beliau tuangkan ke gelas kosong
tersebut. Air sudah memenuhi gelas, namun beliau tidak berhenti mengisi, hingga
semua air itu tertuang, air lebihan pun membasahi meja di depan beliau.
“Anak-anakku,
jangan pernah merasa penuh. Kalau merasa penuh, kalian hanya membuat air itu
tertumpah saja.”
“Faham?”
tanya beliau ke seluruh santri.
“Fahaaaaamm..”
serentak seluruh santri menjawab.
Gelas
kosong adalah perumpamaan seorang penuntut ilmu yang haus akan keilmuan. Tidak pernah
merasa puas, selalu ingin diisi dan diisi...
Merasa
penuh adalah sombong, yang hanya membuat ilmu itu tidak masuk ke hati, mungkin
masuk telinga kanan dan keluar dari telinga kiri.
Namun
ada yang perlu kita perhatikan. Gelas kosong bisa diisi dengan air apa saja.
ketika diisi dengan air jernih, maka gelas itu masih terlihat jernih. Saat diisi
dengan air susu, gelas itu penuh dengan susu. Waktu diisi dengan air kopi,
gelas itu terisi dengan kopi. Artinya, apa saja bisa masuk mengisi gelas kita. Hikmahnya,
hati-hati ketika mengisi, carilah air yang bersih, bukan air yang kotor.
İya,
itulah perumpamaan gelas kosong yang KH. Abdullah Syukri Zarkasyi berikan
kepada kami. Di lain hal, meski kesehatan beliau sekarang masih belum begitu
pulih, beliau tidak ingin berdiam saja di rumah menunggu kesembuhan total, baru
beraksi. Meski di atas kursi roda, meski hanya berduduk saja, meski dengan
kata-kata yang tidak sempurna, meski dengan keadaan beliau yang seperti ini,
beliau tetap saja, “Saya ingin melihat anak-anak,”ungkap beliau dengan redaksi
dari saya.
-o0o-
“Ustadh,
meski santri antum ini telah tidak bersama antum di pondok lagi, tapi tetap kami
masih seperti santri yang lain. Kami tidak melihat langsung bagaimana antum
begitu bersemangat di berbagai hal apapun, namun kabar itu tetap saja sampai di
telinga kami. Kami di Turki, masih merasakan semangat antum itu, membiarkan
semangat itu masuk ke dalam kalbu, menyirami hati yang sedang ingin
disemangati.”
“Salam
sayang dari kami, sahabat IKPM di Turki. Semoga kesehatan antum pulih
sebagaimana mestinya. Kembali bisa memberikan semangat-semangat luar biasa. Seperti
dulu lagi...” Amin ya Rabbal Alamin.
Kahramanmaras
Turki, 25 Feb 2014
Labels: Gontor, Pendidikan, Pengalaman, Tulisan
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home