Saturday, February 15, 2014

Ke Turki, Apa yang Kau Cari?



Oleh Abdul Aziz

Adalah sebuah pertanyaan yang perlu dipikirkan dan direnungkan. Kedatangan kita pada suatu tempat harus bernilai dan tidak menjadi hal yang sia-sia. Jarak yang terbentang antara dua negara ini tidak dekat, ada sekitar 9097 km, atau dengan hitungan jam menggunakan pesawat terbang misalnya sekitar 15 jam perjalanan. Kadang kita merasa hidup ini tidak bertujuan, kita selalu memiliki keinginan yang selalu berubah, tempat tujuan yang selalu tidak terarah. Maka pertanyaan itulah yang akan mengingatkan kita akan tujuan awal yang pernah dan harus terus kita perjuangkan.

Ketika kita ditanya dengan pertanyaan, “Ke Turki, apa yang kau cari” apa yang mungkin menjadi jawaban kita;


1. Pendidikan

Kebanyakan warga Indonesia yang berada di Turki adalah pelajar. Baik itu S1, S2, S3, dan seterusnya. Tentunya mereka datang tidak untuk bermain-main sebagaimana layaknya seorang turis ketika berlibur. Mereka sedang melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dari sebelumnya. Kenapa mereka tidak melanjutkan di tanah air saja? tentunya uang tidak akan terbuang lebih banyak dari pada ke Turki?

İya, mungkin itu adalah pandangan materinya. Namun, alasan kenapa mereka memilih tempat yang lebih jauh, kenapa harus Turki, atau kenapa harus negara luar negri yang jauh adalah bukan permasalahan keuangan. Akan tetapi, mereka beranggapan jauhnya jarak ini akan bisa menumbuhkan kesungguhan, atau bisa jadi juga mereka datang karena disini pendidikan lebih maju, artinya mereka sedang berjuang untuk maju. Jadi, permasalahan keuangan bukanlah hal besar, karena ilmu memang mahal.

Meski ada yang datang karena permasalahan uang. Beasiswa adalah anugerah terbesar bagi para pelajar dimanapun. Tidak sedikit warga Indonesia yang kurang mampu dalam uang, tapi mampu dalam kesungguhan. Untuk mereka inilah beasiswa diciptakan. İmpian yang pernah punah itu kini hidup kembali.

Bagi yang kaya membayar mahal ilmu itu dengan uang, tapi masih kurang. Kadang uang tidak memiliki kesungguhan, hanya mendapatkan jauh dan lelah, tanpa hasil. Uang masih perlu dengan sungguh-sungguh, akan selalu perlu. Mereka yang miskin tidak memiliki uang, tetapi mereka mempunyai kesungguhan. Maka dari itu, mereka seimbang. İlmu adalah permasalahan kesungguhan, man jadda wajada.

2. Masa Depan

Turki adalah negara yang menjanjikan masa depan yang baik. Bukan hanya pendidikan  saja yang menjadi daya tarik mereka para pendatang dari luar Turki. Apakah ada pendatang Indonesia yang seperti ini? Ada tapi tidak banyak. Mayoritas warga Indonesia di Turki masih para pelajar. Masa depan yang menjanjikan yang saya maksudkan bukan untuk menjadi pekerja rumah tangga. Sudahlah, berhentilah berpikir untuk menjadi tenaga kerja yang di rumah-rumah seperti itu. Maksud saya ya lebih dari itu.

Ada sebagian teman yang memanfaatkan kesempatan ini untuk berbisnis dan saya menyaksikan perkembangan bisnis itu. Tidak sedikit juga warga negara kita yang menjadi setengah warga negara Turki. Kebanyakan yang saya lihat adalah wanita yang menikah dengan orang Turki. Mereka juga mendapatkan masa depan yang baik. Masa depan juga berarti cinta.

3. Wisata

Turki adalah negara yang memiliki aset wisata tidak sedikit. Peninggalan masa lalu yang masih ada sampai sekarang menjadi perhatian menarik orang-orang datang dari segala penjuru. Bahkan, karena saking menariknya kami para pelajar kadang tergoda untuk menikmati wisata-wisata itu. Namun seperti biasa, wisatawan hanya berkeliling saja, mengambil gambar, bersenang-senang, lalu pergi.

Ada banyak peninggalan Islam yang sangat penting di Turki. Mungkin itu yang paling menarik, bekas-bekas kejayaan kerajaan Islam terbesar dunia. Tidak sedikit turis yang masuk Islam setelah berkunjung kesini. Ada juga yang datang untuk penelitian.

4. Ridho Allah

İni mencakup semua tiga permasalahan di atas. Pertanyaan di atas, “Ke Turki, apa yang kau cari?” adalah pertanyaan yang saya ambil dan rubah dari aslinya, “Ke Gontor, apa yang kau cari?”

Tulisan ini saya hadiahkan untuk mereka yang sedang belajar ataupun yang akan belajar di Turki. Dahulu, ketika masih di Gontor pertanyaan ini terpampang besar di gedung-gedung asrama, pintu gerbang, juga spanduk, sampai sekarangpun masih ada. Sebagai santri, ketika saya membaca tulisan itu seakan saya sedang disetrum kembali untuk mengingat tujuan awal kenapa saya datang. Dari situ saya bisa bersungguh-sungguh dalam belajar.

Jawaban yang mungkin sering didengar dari para santri adalah pendidikan dan pengajaran. Gontor mempunyai pemahaman pendidikan yang indah. Kata Gontor, “Apa yang kamu lihat, apa yang kamu dengar, apa yang kamu rasakan adalah pendidikan.” Maka dari itu pendidikan menjadi alasan kenapa mereka datang.

Pertanyaan di atas hanyalah pertanyaan, sedang jawaban bisa berlainan oleh siapapun. Entah, apakah Trimurti (pendiri pondok) sengaja meletakkan pertanyaan yang tidak berjawaban itu, bagi saya pertanyaan itu adalah agar setiap santri bisa menjawab dengan sendiri sekarang ataupun nanti.

Di perkumpulan kami yang diadakan di kota Ankara beberapa bulan yang lalu juga membahas tentang ini. Dicky Rahmat Pauzi, salah seorang senior kami bercerita bahwa jawaban yang dia dapat dari pertanyaan itu baru dia temukan saat ia telah menjadi alumni. Apa jawaban itu?

“Ke Gontor, apa yang kau cari?”

“Ridho Ilahi,” jawabnya dengan matang. Jawaban ini adalah hasil perenungan yang tidak sebentar, setelah mengulang kembali kenangan selama di pesantren, “Jadi, semua yang telah kita kerjakan di pesantren dulu itu sebenarnya adalah hanya untuk ridho ilahi.”

Nah, ke Turki, apa yang kita cari? Bagaimana kalau saya tawarkan “untuk ridho ilahi,” mau? Mau dong. Apalah arti pendidikan yang tinggi, apalah arti masa depan, apalah arti berwisata tanpa adanya ridho Allah!

Sama halnya kedatangan kita ke dunia, “Ke dunia, apa yang kalian cari?”




Kahramanmaras Turki, 15 Feb 2014

Labels: , , ,

6 Comments:

At February 15, 2014 at 1:23 AM , Blogger Admin said...

aku nyari tasreh radz...:)

 
At February 15, 2014 at 1:42 AM , Blogger Abdul Aziz said...

Haha... Tasrih izin gak masuk kelas? :)))

 
At February 15, 2014 at 12:24 PM , Blogger Unknown said...

setuju. Tapi tetap menurut saya. Untuk pelajaran syari lebih ahsan mendahulukan negara dengan berbahasa arab :)

 
At February 15, 2014 at 4:18 PM , Blogger Unknown said...

Sebutin donk nama seniornya, biar kita tahu siapa sih? gak boleh loh menyebutkan kata-kata tanpa menyebutkan nama pemikirnya.

 
At February 15, 2014 at 6:49 PM , Blogger Unknown said...

masbrooo minta info persyaratan untuk ksna dong, untuk program pasca sarjana

 
At February 15, 2014 at 9:17 PM , Blogger Abdul Aziz said...

Mba Nabila, İya tentunya untuk belajar ilmu Syariah lebih baik di negara-negara Arab, Madinah dan Mekkah Khususnya. Namun, setiap tempat memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri.

Kang Dicky, iya, dah disebut tuh. *maksa amat, ketahuan gak ikhlas kwkwkw

Mas Chorul Umam, lengkapnya mas bisa ikuti link ini mas; http://www.turkiyeburslari.gov.tr/index.php/en/turkiye-burslari/basvuru-sartlari

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home