Saturday, March 7, 2015

Kebenaran Fitrah Kenabian


(Sebuah analisa dari ayat 15 pada Surat Yasin)


Oleh : Muhsin Al-Hadi
قَالُوا مَا أَنتُمْ إِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُنَا وَمَا أَنزَلَ الرَّحْمَٰنُ مِن شَيْءٍ إِنْ أَنتُمْ إِلَّا تَكْذِبُونَ
Mereka mengatakan: “Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami, dan Allah yang maha pemurah tidak menurunkan suatu apapun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka.”


Dalam suatu kutipan buku mengenai aqidah, dijelaskan bahwa pada zaman sekarang terdapat kaum materialis dan orientalis yang mereka belum percaya akan kedatangan wahyu terhadap Nabi Muhammad SAW. Namun mereka mengakui dengan secara kerendahannya serta tidak keberatan meletakan segala sifat-sifat kesempurnaan rohani dan jasmani kepada Nabi Muhammad SAW. Di antara golongan ini terdapat seorang berkebangsaan Prancis bernama Emile Dermenghem, tokoh orientalis yang menulis buku “la vie de Mahomet”.

Berbeda dengan itu semua, dulu ketika manusia diutuskan kepada mereka para Nabi, khususnya pada kedatangan Islam, mereka tidak langsung mempercayai akan kebenaran fitrah kerasulan sebagai orang yang diutus oleh Allah SWT. Mereka mengatakan bahwa para mursalun itu hanyalah manusia biasa layaknya mereka, dan mereka mengingkari setiap ajarannya.

Memang untuk dapat menerima hal yang baru akan suatu ajaran itu sangatlah berat dan sulit, penulis teringat akan suatu gagasan filsafat yang dikemukakan Plato yang disebut “allegory of cave” (lihat cerita), sangat terlihat sekali pesan dalam menanam kerendahan hati akan hidayah, intelektual dan kebenaran.
Itu terlihat bagaimana Rasulullah secara dengan begitu sabar dan teguhnya dalam menyebarkan agama Islam hingga bisa menjadi agama yang kokoh tatkala itu.

Hematya, sebab-sebab penolakan tersebut bisa diutarakan dari suatu kesimpulan bahwa mereka harus meninggalkan  kebiasaan serta kepercayaan mereka, meninggalkan saudara serta kerabat mereka, serta meninggalkan harta niaga mereka. Itulah yang mungkin menjadi penyebab sulitnya mereka menerima akan apa yang diajarkan oleh Nabi. Dalam contoh konteks kenyataan kita bisa melihat seorang perokok sulitu ntuk menghilangkan atau memberhentikan kebiasaan merokok, padahal mereka tau akan keburukan rokok tersebut.

Rasululullah dan para Rasul memiliki tugas-tugas yang diberikan Allah SWT kepada mereka. Dalam kerangka bertabligh dan tabyin serta uswahhasanah. Dalam menjalankan tugas-tugas ini, banyak sekali riwayat-riwayat yang mengemukakan akan fadzilah atau fitrah kenabian yang dimilikinya; keteladanan sifat, ketakwaan, kehidupan sosial, kepemimpinan para Rasul itu menjadi hal yang tidak dapat ditolakakan fitrah kenabiannya.

Dalam sebuah riwayat sejarah menjelaskan tatkala sepulangnya Rasulullah SAW dari gua Hira dengan keadaan hati yang menggetar ketakutan,  beliau menceritakan kejadian yang terjadi padanya di gua Hira dimana beliau takut akan suatu kebinasaan yang akan datang padanya. Lalu Siti Khadijah menjawab, “Tidak sekali-kali, demi Allah. Tuhan tidak akan menghina engkau, karena engkau seorang yang selalu menghubungkan silaturahmi, suka menanggung kepayahan, membelanjai fakir miskin, menjamu tamumu, dan menolong orang yang dalam kesusahan. Kemudian Siti Khodijah membawanya kepada Waraqah bin Naufal, anak saudara ayahnya yang merupakan seorang Nasrani dan tau mendalam akan Injil dan Bahasa Ibrani. Beliau berkata, “Itulah Jibril yang pernah diturunkan Allah kepada Musa”. Tak lama setelah itu meninggal karena padasaat itu usianya sudah cukup tua dan dalam keadaan buta karena usianya.

Maha suci Allah, kepribadian Rasul yang baik sudah dapat dilihat semenjak beliau belum mendapatkan wahyu sebagaimana seperti apa yang dikatakan Khadijah tentang sifat dan keutamaan beliau, lalu apakah orang orang kafir itu masih belum bisa memahami akan keutamaan seorang yang diutus menjadi penerang ke jalan siratal-mustaqim.

Sungguh jika tidak mengikuti lebih dahulu kehidupan Nabi Muhammad SAW, tidak akan kita memahami kemungkinan wahyu itu kepada beliau, beliau benar seorang manusia tapi riwayat hidupnya menerangkan bahwa beliau memiliki keutamaan dan kelebihan tidak seperti manusia umumnya.

Jikalau kita dapatkan perbedaan antara benda dengan benda, kita dapatkan perbedaan antara hewan dengan hewan, dan pula antara tumbuhan dengan tumbuhan ,mengapa tidak mungkin ada perlainan atau pemilikan keutamaan yang lebih antara manusia dengan manusia. Pun benda-benda, tumbuhan, serta hewan mempunyai sifat yang menjadikan derajatnya lebih tinggi dari yang lain.


Wallahua’lam bissowab.

Labels: ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home