Kebenaran Fitrah Kenabian
(Sebuah analisa dari ayat 15 pada Surat Yasin)
Oleh : Muhsin Al-Hadi
قَالُوا مَا
أَنتُمْ إِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُنَا وَمَا أَنزَلَ الرَّحْمَٰنُ مِن شَيْءٍ إِنْ
أَنتُمْ إِلَّا تَكْذِبُونَ
Mereka
mengatakan: “Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami, dan Allah yang maha
pemurah tidak menurunkan suatu apapun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka.”
Dalam
suatu kutipan buku mengenai aqidah, dijelaskan bahwa pada zaman sekarang terdapat
kaum materialis dan orientalis yang mereka belum percaya akan kedatangan wahyu terhadap
Nabi Muhammad SAW. Namun mereka mengakui dengan secara kerendahannya serta tidak
keberatan meletakan segala sifat-sifat kesempurnaan rohani dan jasmani kepada Nabi
Muhammad SAW. Di antara golongan ini terdapat seorang berkebangsaan Prancis bernama
Emile Dermenghem, tokoh orientalis yang menulis buku “la vie de Mahomet”.
Berbeda
dengan itu semua, dulu ketika manusia diutuskan kepada mereka para Nabi,
khususnya pada kedatangan Islam, mereka tidak langsung mempercayai akan kebenaran
fitrah kerasulan sebagai orang yang diutus oleh Allah SWT. Mereka mengatakan bahwa
para mursalun itu hanyalah manusia biasa
layaknya mereka, dan mereka mengingkari setiap ajarannya.
Memang
untuk dapat menerima hal yang baru akan suatu ajaran itu sangatlah berat dan sulit,
penulis teringat akan suatu gagasan filsafat yang dikemukakan Plato yang
disebut “allegory of cave” (lihat cerita),
sangat terlihat sekali pesan dalam menanam kerendahan hati akan hidayah, intelektual
dan kebenaran.
Itu
terlihat bagaimana Rasulullah secara dengan begitu sabar dan teguhnya dalam
menyebarkan agama Islam hingga bisa menjadi agama yang kokoh tatkala itu.
Hematya,
sebab-sebab penolakan tersebut bisa diutarakan dari suatu kesimpulan bahwa mereka
harus meninggalkan kebiasaan serta kepercayaan
mereka, meninggalkan saudara serta kerabat mereka, serta meninggalkan harta niaga
mereka. Itulah yang mungkin menjadi penyebab sulitnya mereka menerima akan apa
yang diajarkan oleh Nabi. Dalam contoh konteks kenyataan kita bisa melihat seorang
perokok sulitu ntuk menghilangkan atau memberhentikan kebiasaan merokok,
padahal mereka tau akan keburukan rokok tersebut.
Rasululullah
dan para Rasul memiliki tugas-tugas yang diberikan Allah SWT kepada mereka. Dalam
kerangka bertabligh dan tabyin serta uswahhasanah. Dalam menjalankan tugas-tugas ini, banyak sekali riwayat-riwayat
yang mengemukakan akan fadzilah atau fitrah
kenabian yang dimilikinya; keteladanan sifat, ketakwaan, kehidupan sosial,
kepemimpinan para Rasul itu menjadi hal yang tidak dapat ditolakakan fitrah kenabiannya.
Dalam
sebuah riwayat sejarah menjelaskan tatkala sepulangnya Rasulullah SAW dari gua
Hira dengan keadaan hati yang menggetar ketakutan, beliau menceritakan kejadian yang terjadi padanya
di gua Hira dimana beliau takut akan suatu kebinasaan yang akan datang padanya.
Lalu Siti Khadijah menjawab, “Tidak sekali-kali, demi Allah. Tuhan tidak akan menghina
engkau, karena engkau seorang yang selalu menghubungkan silaturahmi, suka menanggung
kepayahan, membelanjai fakir miskin, menjamu tamumu, dan menolong orang yang
dalam kesusahan. Kemudian Siti Khodijah membawanya kepada Waraqah bin Naufal,
anak saudara ayahnya yang merupakan seorang Nasrani dan tau mendalam akan Injil
dan Bahasa Ibrani. Beliau berkata, “Itulah Jibril yang pernah diturunkan Allah
kepada Musa”. Tak lama setelah itu meninggal karena padasaat itu usianya sudah cukup
tua dan dalam keadaan buta karena usianya.
Maha
suci Allah, kepribadian Rasul yang baik sudah dapat dilihat semenjak beliau belum
mendapatkan wahyu sebagaimana seperti apa yang dikatakan Khadijah tentang sifat
dan keutamaan beliau, lalu apakah orang orang kafir itu masih belum bisa memahami
akan keutamaan seorang yang diutus menjadi penerang ke jalan siratal-mustaqim.
Sungguh
jika tidak mengikuti lebih dahulu kehidupan Nabi Muhammad SAW, tidak akan kita memahami
kemungkinan wahyu itu kepada beliau, beliau benar seorang manusia tapi riwayat hidupnya
menerangkan bahwa beliau memiliki keutamaan dan kelebihan tidak seperti manusia
umumnya.
Jikalau
kita dapatkan perbedaan antara benda dengan benda, kita dapatkan perbedaan antara
hewan dengan hewan, dan pula antara tumbuhan dengan tumbuhan ,mengapa tidak mungkin
ada perlainan atau pemilikan keutamaan yang lebih antara manusia dengan manusia. Pun
benda-benda, tumbuhan, serta hewan mempunyai sifat yang menjadikan derajatnya lebih
tinggi dari yang lain.
Labels: Diniyyah Islamiyyah, Tulisan
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home