Mimpi, Selalu Menarik, Apalagi Bertemu Rasulullah
Oleh
Syamsuddin
Mimpi
selalu jadi pembahasan yang sangat menarik. Dari mimpi kita bisa terbang hingga
bisa dikejar-kejar sesuatu, terkadang dari mimpi kita bisa membangkitkan
inspirasi, memikat hati, mengilhami kita, dan juga menakutkan atau bahkan
membuat kita merasa tenang. Mimpi adalah pengalaman bawah sadar yang melibatkan
penglihatan, pendengaran, pikiran, perasaan, atau indra lainnya dalam tidur.
Banyak
orang yang bercerita tentang mimpinya. Contohnya seperti, mimpi bertemu
orang-orang yang telah meninggal, seperti mimpi pernah bertemu kakeknya,
neneknya, ayahnya dan bahkan orang-orang yang hidup berabad-abad di jaman dulu,
itu hanyalah mimpi. Tetapi kalau kita berbicara tentang mimpi bertemu
Rasulullah (saw), itu adalah haq dan
benar adanya berdasarkan riwayat dan dalil-dalil yang shahih.
Salah
satu contoh tentang hadits “mimpi bertemu Rasulullah,” hadits yang diriwayatkan
dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah (saw)
bersabda;
عن أبى
هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم << من
رآني فى المنام فقد رآني
فإن الشيطان لايتمثل بي >> (رواه مسلم و الترمذي و ابن ماجه).
وفي رواية أخرى << فإن الشيطان لايستطيع ان يتمثل بي >>.
“Barangsiapa yang melihatku di saat tidur maka sungguh dia telah melihatku. Sesungguhnya syaithan tidak dapat menyerupaiku.” (HR. Muslim, Tirmidzi, dan Ibnu Majjah).
Dan
di riwayat lainnya “Sesungguhnya syaithan tidak bisa menyerupaiku.”
Al
Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan bahwa makna dari “Barangsiapa yang melihatku disaat tidur maka sungguh dia telah
melihatku” adalah barangsiapa yang melihatku disaat mimpi maka sungguh dia
telah melihatku yang sebenarnya dengan sempurna tanpa adanya keraguan dan
kesangsian terhadap apa yang dilihatnya bahkan dia adalah mimpi yang sempurna.
Hal ini dikuatkan oleh dua buah hadits dari Abu Qatadah dan Abu Said “Maka sungguh dia telah melihat yang
sebenarnya” yaitu mimpi yang benar bukan yang bathil.
Juga
hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwasanya Rasulullah (saw)
bersabda,”Barangsiapa yang melihatku
disaat tidur maka sungguh dia telah melihatku. Sesungguhnya setan tidak bisa
menyerupaiku.” (HR, Tirimidzi, dia berkata ini adalah hadits hasan shahih)
Menurut
Al-Baqilani, arti dari “melihatku”
(Rasulullah) dalam hadits di atas adalah benar adanya, bukan mimpi kosong, juga
bukan penyerupaan dari syaithan.
Dan
masih banyak lagi hadits-hadits tentang mimpi bertemu Rasulullah (saw). Bahkan
banyak kaum sufi berkeyakinan, bahwa
seseorang dapat melihat dan bertemu langsung dengan Rasulullah (saw), meskipun
Rasul telah wafat 14 abad yang lalu. Keyakinan ini berdasarkan hadits riwayat
Imam Bukhari;
... من
رآني فى
المنام فسيراني في
اليقضة و
لايتمثل الشيطان بي
“Siapa yang melihatku di saat tidur maka ia
akan melihatku dalam keadaan sadar. Dan syaithan tak dapat menyerupai diriku.”
Dari
kalimat “ يقضة “ yang berarti “keadaan sadar, terbangun, atau bertemu secara
langsung”.
Oleh
karena itu, barang siapa yang telah melihat Rasulullah (saw) dalam mimpinya
sebagaimana sifat-sifat fisik Rasul yang telah ma’ruf (sebagaimana
sifat-sifatnya yang telah dijelaskan
dalam hadits-hadits ataupun kitab-kitab) maka sungguh ia telah benar-benar
melihat Rasulullah (saw), karena syaithan tidak bisa meniru Rasul dan tidak
bisa pula menampakkan dirinyanya dengan rupa Rasulullah (saw).
Adapun
jika seseorang melihat dalam mimpinya ada yang mengaku sebagai Rasullulah (saw)
akan tetapi ternyata sifat-sifatnya menyelisihi dengan sifat-sifat Rasul yang ma'ruf, maka bukanlah Rasullah yang telah ia lihat, akan tetapi syaithan
yang mengaku sebagai Rasul. Inilah pendapat yang benar yang sesuai dengan
zhahir hadits-hadits tentang melihat Rasulullah dalam mimpi, dan juga sesuai
dengan praktek para sahabat dan tabi'in.
Hikmah
dari mimpi bertemu Rasulluah saw adalah untuk meningkatkan dan membangkitkan
iman kita, mengingatkan kita agar selalu bershalawat kepadanya, dan memberi
petunjuk dan juga mengilhami kita. Akan tetapi yang perlu diketahui dan yang
paling penting adalah. Para ulama telah bersepakat, bahwa mimpi tersebut tidak
bisa dijadikan dalil dalam penentuan hukum yang baru, apalagi merubah atau
menghapuskan sesuatu hukum. Karena orang yang bermimpi, tidak memiliki
kemampuan menangkap dan menghafalkan berita atau riwayat yang didengarkannya.
Dan kondisi tidur bukanlah kondisi yang dhobth
dan tahqiq ataupun terpercaya.
Imam
Nawawi rahimahullah berkata;
"Kalau
seandainya pada malam hari ke 30 bulan Sya'ban, dan orang-orang tidak ada yang
melihat hilal, lalu ada seseorang melihat Nabi saw dalam mimpinya, lalu Nabi
berkata kepadanya, "Malam ini adalah malam pertama bulan Ramadhan"
maka berpuasa dengan berdalil pada mimpi tersebut tidaklah sah, tidak sah bagi
orang yang bermimpi demikian juga tidak sah bagi selainnya. Hal ini telah
disebutkan oleh Al-Qoodhi Husain dalam fatwa-fatwanya, demikian juga para ulama
Syafi'iyah yang lainnya. Dan Al-Qoodhi 'Iyaadh juga menukilkan ijmak akan hal
ini."
Adapun
jika ia melihat Rasulullah (saw) (dalam mimpi) memerintahkannya untuk melakukan sesuatu yang dianjurkan atau
melarangnya dari perkara yang dilarang atau mengarahkannya untuk melakukan sesuatu
kemaslahatan maka tidaklah khilaf ataupun salah tentang hal yang disukainya untuk mengerjakan mimpi tersebut, karena hal ini
bukanlah penetapan ataupun perubahan suatu hukum, akan tetapi memang sudah
ditetapkan oleh hukum asalnya.
Kesimpulan
dalam masalah bertemu Rasulullah (saw);
• Jika ada seseorang yang mengaku telah
bermimpi bertemu Rasulullah (saw), maka tidak perlu kita dustakan, apalagi jika
seseorang tidak dikenal pendusta. Berbeda jika halnya yang mengaku tersebut
adalah seseorang yang terkenal suka berdusta.
• Jika yang dilihatnya dalam mimpi
memiliki sifat-sifat sebagaimana sifat-sifat Rasulullash saw dalam
hadits-hadits yang shahih maka kita benarkan mimpinya tersebut.
• Jika ternyata dalam mimpi tersebut
Rasulullah (saw) memerintahkan dia untuk melakukan hal-hal kebaikan dan
menjauhi larangan-larangan, maka itu merupakan tanda baik, dan mimpi tersebut
sebagai penyemangat dan motivasi untuk
bertaqwa, beribadah, dan beramal sholeh.
• Jika ternyata dalam mimpi tersebut
Rasulullah (saw) mengajarkan hukum-hukum baru dalam Islam berupa amalan-amalan
ibadah baru, maka tentu tidak bisa dijadikan pegangan, dan kemungkinan yang
dilihatnya bukanlah Rasulullah, akan tetapi syaitan yang mengaku sebagai Rasul.
Karena tatkala Rasulullah saw meninggal dunia, agama ini telah sempurna
sebagaimana Allah berfirman dalam surah Al Maidah ayat tiga (…اليوم أكملت لكم
دينكم…)"Pada
hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian".
اللهم صلي على
سيدنا محمد...
Labels: Diniyyah Islamiyyah, Hadist, Tulisan
2 Comments:
Subhanallah mumtaz ust, berisi padat. Untuk tulisan يقضة diatas mungkin lebih tepatnya يقظة pake ظ. Wallahu a'lam
astaghfirullah :)
antum benar ust... setelah ana liat-liat lagi, ternyata emang pakek ظ
syukran... :)
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home