Thursday, January 24, 2019

Nol Derajat dan Cita Cita

Merhaba...

Salam hangat dari secangkir teh hangat berselimut salju putih yang berterbangan halus di balik jendela kamar. Salam rindu dari gadis rantau yang mengulum rindu di tengah hiruk pikuk ranah kelananya. Salam cinta dari tanah perantauan yang pernah menjadi mimpi lamanya. Salam sayang dari kepingan hati yang kuat bertahan. Salam perdamaian dimanapun kalian berada. Salam yang indah dari merdunya suara adzan di langit negeri akhir khilafah.
Nol derajat, di kota Sakarya Turki hari ini.
Memang indah, menghadapkan pandangan pada sekelebat panorama putih yang memukau. Gunung-gunung yang tertutup selimut salju dan pucuk-pucuk cemara yang membeku. Memang takjub sekali melihat atap-atap rumah dan mobil-mobil yang terbalut salju putih menggemaskan. Nol derajat terasa hangat ketika kita memiliki cita-cita yang kuat, namun nol derajat terasa menyiksa ketika tekad tak lagi membulat.
Rasanya tak adil jika hanya menceritakan pemandangan indah yang menakjubkan. Aku seorang pelajar, mana mungkin hanya berpangku dagu dengan gloves lucu sambil berdecak kagum akan turunnya salju. Bukan hanya itu. Banyak ujian yang harus dilalui. Retorika kehidupan pelajar harus tetap berjalan pada porosnya. Ujian demi ujian belum berakhir, tugas diranah kelana baru saja dimulai.
Pagi yang dingin menggiring langkah kami untuk tetap masuk kelas bahasa. Ya, sebagai anak baru kami masih harus mempersiapkan bahasa pengantar kuliah kami terdahulu, yaitu bahasa Turki.  Bagaimana rasanya mempelajari bahasa baru? Cukup mengasyikan! Meskipun harus kukatakan bahwa melalui prosesnya adalah hal yang cukup sulit dilakukan. Harus ada mental yang selaras dengan usaha dan pengorbanan.
Menunggu bus sambil menyembunyikan tangan dalam kantung jaket dan bernafas dibalik syall tebal seperti menjadi kebiasaan yang terjadi sepanjang musim dingin. Rintik-rintik gerimis kecil menyempurnakan suasana dingin yang mencekam.  Benarkah cuaca seperti ini yang dikatakan romantis? Yang benar saja?. Rasanya mustahil untuk mempercayai adegan sinetron yang dengan ikhlas berbagi jaket pada kekasihnya, atau menari diantara salju yang mendarat. Ini dingin sekali pemirsa. Jangankan memberi jaket pada orang lain, tangan terbuka tanpa gloves saja sudah memerah dan mati rasa.
Proses belajar tetap berlanjut, tetap disiplin seperti biasanya. Mahasiswa baru internasional sudah mulai berkutat dengan kertas fotokopi dan buku pelajaran, maklum sebentar lagi ujian. Kompetisi akan segera dimulai, dan kompetisi yang kumaksud tidak seringan ekspektasiku selama di Indonesia. Cukup sulit, cukup menangih kreatifitas untuk berfikir lebih cerdas. Masing-masing mencari cara untuk belajar sesuai passionnya. Lagi-lagi aku tersadar bahwa ragaku bukan lagi berkompetisi didalam negeri, aku harus lebih kreatif untuk bisa mengasah kemampuan untuk bisa “pantas” dalam bersaing dengan mereka.
Inilah yang menjadi titik terberat sekaligus menjadi titik kesyukuran. Kesempatan tidak akan datang untuk kedua kalinya, dan menjadi peserta dalam persaingan menarik agaknya tidak adil untuk disia-siakan. Dan mengapa ku letakkan juga pada titik terberat? Ya, karena dengan otak pas-pasan seperti ini, mengharuskanku untuk berusaha dua kali bahkan tiga kali lipat diantara usaha teman-temanku yang lainnya.
Jadi jangan mengira bahwa menuntut ilmu di negeri orang hanya merasakan manis-manisnya saja J. Jika memang itu yang terlihat di instagram atau postingan lainnya, percayalah! Itu hanyalah sekian persen dari kenyataan yang ada. Banyak suka dan banyak duka yang rasanya sulit diceritakan. Jika niatan menuntut ilmu di tempat yang jauh, terlebih beda negara hanya untuk bersenang-senang dan berpose ditempat yang indah, sangat tidak adil bagi orang tua untuk mengeluarkan biaya dan pengorbanan mereka tanpa harus meyelaraskan kesungguhan kita dalam menuntut ilmu.
Meluruskan niat adalah sebelum melangkah lebih jauh adalah tugas utama seorang pelajar sejati. Memperbaharui niat saat keberlangsungannya adalah keharusan yang mutlak. Jangan pergi jauh menuntut ilmu dengan alasan yang salah, jangan kira diranah perantauan hanya akan menemukan manis-manisnya saja. Jalan tak selamanya lurus. Banyak persimpangan yang harus dilalui di pertengahan. Mental harus kuat dan tekad juga harus hebat.
Selamat menjalankan amanah menuntut ilmu! Salam rindu dari salju putih rasa rindu...

By. Najafa

Labels: , ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home